Sunday, December 18, 2011

Who decides reason ?




I’ve always believed in numbers
in the equations and logics that lead to reason
but after a lifetime of such pursuits,
I ask, what truly is logic ?
Who decides reason ?
My quest has taken me through the physical..
the metaphysical..
the delusional..
…and back.
And I have made the most important discovery of my career.
The most important discovery of my life.
It is only the mysterious equations of love..
that any logical reasons can be found.
I’m only here tonight because of you.
You are the reason i am.
You are all my reason.
Thank you.
-Prof. John Nash.-
Nobel Price Ceremony - Stockholm, Sweden, December 1994

Friday, December 9, 2011

[korupsi vs etika]


Hari ini katanya Hari Anti Korupsi Sedunia.

Jika saya mengalami masalah dengan pencernaan saya, spesifiknya seperti susah BAB, maka hal yang biasa saya lakukan adalah mendengar, membaca, atau menonton wacana mengenai etika politik. Kalimat-kalimat yang terlontar dari mulut para pelaku politik praktis, seperti “kejujuran adalah nilai yang tidak dimiliki..” atau “tidak mengimplementasikan kaidah agama dalam….” atau “karena siapapun yang melakukan korupsi akan disiksa di alam kubur bla..bla..bla..” ternyata menjadi solusi yang efektif buat masalah pencernaan saya.

Kepenatan tersebut barangkali tidak dirasakan oleh mereka yang hingga hari ini masih berpikir bahwa ‘kejujuran’ adalah zat yang melekat dalam setiap manusia, bahwa ‘etika’ adalah senyawa dimana unsur-unsur seperti : jujur, adil, sopan, sederhana, dsb  menjadi (satu-satunya) rumus bagi proses penyelenggaraan sistem yang katanya demi kemashalatan publik.

Apakah nasib berjuta manusia yang hanya menjadi sub-ordinat dari konstelasi politik dapat diabaikan dengan alasan ‘khilaf’ ? Lalu apa sebenarnya yang memegang kendali atas seusatu yang dilabelkan sebagai etika dimana kejujuran merupakan produk turunannya dan menjadi antithesis dari perilaku korup ?

Menurut saya, terdapat paling tidak 4 pendekatan yang biasa digunakan oleh masyarakat awam maupun para akademisi dalam melihat dan menyikapi kepenatan (kebuntuan) sekian persoalan social politik kita hari ini. Pendekatan pertama adalah pendekatan institusional. Kalangan ini menganggap bahwa semua persoalan harus dilihat dari ketersediaan dan kapasitas institusi-institusi maupun peraturan yang mendukung.  Untuk itu perlu dibuat badan-badan seperti Komisi Pemberantasan Korupsi ataupun sejenisnya. Pendekatan kedua adalah pendekatan liberal. Kelompok pendukung pendekatan ini menganggap bahwa semua tergantung dari karakter pribadi masing-masing. Artinya bahwa seperti apapun carut-marut kondisi sosial politik suatu system tata Negara, semua akan tergantung pada pribadi-pribadi pemimpin. Pemimpin yang baik niscaya akan membawa pembaharuan ke arah yang lebih baik. Pendekatan ketiga adalah pendekatan kultural. Dalam pandangan kelompok ini, orang akan menerima bahwa suatu saat perbaikan itu tentu akan datang. Di konteks masyarakat Indonesia, orang masih naïf untuk yakin  tentang eksistensi ratu adil atau ramalan jayabaya.  Pendekatan keempat adalah pendekatan structural. Kelompok pendukung pendekatan ini menganggap bahwa semua distorsi social politik maupun ekonomi baik yang bersifat vertical maupun horizontal berakar pada bagaimana hubungan struktur-struktur kekuasaan terbangun. 

Salah seorang sosiolog terkemuka pernah mengatakan bahwa "hubungan yang terlampau intens antara si penindas dengan yang ditindas akan membentuk watak yang ditindas menjadi sang penindas pula". Dan hari ini saya sepakat bahwa pernyataan ini mampu menggambarkan rantai atau pola kebudayaan yang terbentuk dan disatu sisi tawaran etika sebagai obat ternyata belum mampu memutus rantai tersebut, alih-alih membuat pola tandingan.

Tulisan singkat ini memang tidak dimaksudkan untuk mengkaji secara komprehensif karena saya pun belum punya kapasitas untuk itu, namun dengan upaya mengeneralisasikan (secara sangat sederhana) berbagai pendekatan diatas, semoga kawan-kawan pembaca yang lebih expert bisa lebih leluasa merefleksikan dan melihat kembali persoalan mendasar yang sering dikerucutkan menjadi "korupsi versus etika".

Sunday, November 20, 2011

mari, sini !

source : http://2.bp.blogspot.com/-49Vc5TSHsUM/TfI78beV_LI/AAAAAAAAADo/RFvetOQ7UUM/s1600/smile.jpg

aku ingin melukis wajahmu
yang dengan santun kau kerutkan didepan kaca.
aku ingin melukis matamu,
yang bening menyipit saat pipimu kau mainkan dengan tiupan canda.
mari sini,
jadikan aku pendengar pertama saat kau ragu bertanya : "aku gemukan yah ?"
source : http://www.flickr.com/photos/45447707@N00/3457784455/

"Pada suatu senja nanti, di hari yang entah kapan,
kita akan dipaksa sadar bahwa hujan lebih berharga dari pelangi."

Monday, November 14, 2011

Hari Pahlawan

 
“Tak ada lencana yang lebih menawan dalam kebudayaan nasional modern daripada monumen - makam para tentara tak dikenal. …Makam-makam tersebut telah dipenuhi dengan khayalan nasional yang menghantui,”
-Benedict Anderson dalam Imagined Communities-

Friday, November 11, 2011

Ia adalah Iya.

"iya...", suara Bapak terdengar sayup. 
Ku lihat layar handphone, lama panggilan terakhir 3 menit 15 detik.
Aku sedang tidak ingin berpikir, apa yang Bapak lakukan setelah tiga menit lima belas detik mendengar anak lelakinya sudah pandai membentak.

Kudengar mereka menemui Bapak.
Anak lelakinya dihujat.
Bapak marah. Bapak panik. Tapi Bapak tidak kecewa.
"Iya.." kata bibirnya, tapi tidak matanya.


"iya.." adalah Bapak.
Ia yang meskipun kini terlihat bodoh tak pernah berubah,
"Iya..." yang tak pernah gentar menantang garam juga asam.
"Iya..." yang adalah bekal madu kami.

Tuhan,
beri kami lebih dari tiga menit lima belas detik.

Wednesday, November 9, 2011

seribu delapan ratus.

Tiada hari yang tidak Ia habiskan di tepi pantai ini. Tak peduli apakah hari ini matahari akan bertemu bulan di tempat biasa, atau justru bulan yang berlari menghindari matahari. Bagi nya cepat atau lambatnya waktu tak lagi menjadi hal yang menarik. Ia memilih menjadi buta dibalik bingkisan sinar matanya yang teduh, persis seperti ia terbiasa menjadi besi di balik balutan kulit yang terus meronta dikala siang dan menggigil di waktu malam.

Hari ini tepat hari ke 1800 ia merayakan kesendiriannya di pantai ini. Ia tau betul karena tak satu haripun terlewatkan olehnya tanpa menghitung hari. Memang 1800 hari bukanlah waktu yang sebentar. Jika saja jagung dipanen pada usia 1800 hari, tentu tidak ada istilah ‘seumur jagung’. Tapi hitungan 1800 ternyata belum juga mampu memberikan jarak yang jauh dari hari terakhir yang ia ingat.

bedmate

“Teach me how to dream…help me make a wish…If I wish for you, will you make my wish comes true…?”

Plodding on my hands, I take a small radio. I do not even need your presence form anymore in such these moments. Moreover, I only do not want my life purposes and dedications to you become disturbed just because of classic songs with lower pop lyrics ala Robbie Mc Auley. I push the ‘off’ button and then put it back on the previous place, on the table.

I turn my bodies and arm position; again I come into sight over every span of her calm face, although a half of my consciousness is still left behind the song. It is felt peculiar if our routine habit between you and me tonight should be disturbed only by the lyrics. Switching off the radio is the right choice, isn’t it?

Radio ?! I cannot believe that this simple thing I bought from my saving is still looked young. A small radio which once became my most logical reason for me to be able to visit your town in that time, now it makes me smile alone. Maybe my smile now is not similar as my friends’ smile before, when I said I want to go to another town for delivering the radio. Imagine that you all, friends, I spontaneously chuckle till I have no opportunity thinking about your pillow (read: my chest) certainly jolting.

“Sssstt….,” I mumble in the fatigue.

Merbabu 3145mdpl

 

 





Merapi 2968mdpl (7 - 8 Oktober 2011)




Monday, October 31, 2011

#papua


"Bentuk kekerasan terburuk yang dialami oleh masyarakat Papua bukan pelanggaran HAM, 
tetapi kemiskinan dan pemiskinan."





*gambar diambil dari http://matanews.com/wp-content/uploads/Papua2.jpg

Wednesday, October 12, 2011

episode.

Aku tidak ingat hari apa itu, hari dimana aku menyerah, membiarkan imajiku tentangmu menjajah seluruh ruang kemerdekaanku, telak, tanpa ampun. Sejak hari itu pula aku punya kesibukan tetap. Menyapamu. Kau selalu penasaran, kan ? Tentang keseharianku yang harus kita akui memang sangat datar. Tapi andai kau tau, penasaranmu itu belum cukup tangguh untuk menembus benteng yang mungkin kelak melukai kita berdua. Kita berdua yang selama ini berlindung dibalik tembok-tembok tua persekawanan.

Kalian memang rentan terhadap kebosanan. Dan sesuatu yang disebut cinta tak jarang menjadi layak dipersalahkan. Aku pun begitu. Hanya saja kebosananku bukan karena kau tak juga bisa kudekap. Bukan juga karena kau yang mudah dikagumi oleh berjuta lelaki. Aku bosan menunggu hari ulang tahunnmu yang masih sangat lama. Aku bosan menunggu hari raya kaummu. Aku bosan menunggu hari ulang tahun ayahmu, ibumu, atau adikmu. Aku bosan menunggu semua momentum itu. Aku bosan berpikir hanya pada momen itu lah aku layak menjadi pria yang menghadirkan senyum diwajahmu. Aku bosan menolak untuk berharap suatu hari engkau pasti bersedih dan kau segera tau kemana kau harus bersandar. 

Kebosanan ini juga yang membuatku berpikir, kenapa aku memilihmu. Tidak bisa tidak, aku butuh alasan itu. Ketika jemarimu tak juga bisa kugenggam, aku hanya berharap aku bisa menggenggam alasan. 

Malam selalu mendamaikan apa yang dimulai pagi. Lalu mungkin beginilah kira-kira :

Aku mencintaimu tanpa perlu alasan apapun agar mencintaimu menjadi sesuatu layak atau tidak. Aku mendedikasikan hidupku tanpa perlu tahu kau layak mendapatkannya atau tidak, atau bahkan kau layak menyadarinya atau tidak.

Dan karena kamu akan selalu padu bersanding dengan biru langitku.

Tuesday, September 20, 2011

mein kampf.



Dunia dibangun diatas pertarungan sekian pemikiran.
Dunia juga tersekat-sekat atas sekian pemikiran.
Perspektif adalah kaca mata yang dipakai untuk melihat apa yang ingin dilihat dan dimaknai.
Keberpihakan adalah sikap pikiran.
Klaim kebenaran tunggal adalah upaya menghentikan perubahan; proses yang karenanya sesuatu dinyatakan hidup.
Dan perjuanganku adalah melawan segala bentuk klaim kebenaran tunggal.



*sesuatu yang meleleh karena panasnya jogja, agustus 2011.

Sunday, August 7, 2011

Apa ?

Apa yang harus dimenangkan ?
saat kita disadari atau tidak tengah bermain di ladang harapan.
Apa yang harus dimengerti ?
saat kita terjebak dalam labirin hasrat untuk saling menemukan.
Apa yang harus diyakini ?
saat rumus-rumus baku takdir gagal menyediakan jawaban.
Apa yang harus ?
Apa yang tidak harus ?

a soliloquy.

Sudahlah. Jangan lagi kau baca tulisan-tulisan ku. Hanya jejak langkah seseorang tanpa tujuan !
“tapi bersamamu adalah tujuan”
Selamanya aku dihukum dalam penjara ketidakmengertian tentang tujuan.
“kau hanya tidak perlu kemana-mana”
Dan kita hanya tidak perlu bersama-sama.
“Mari membangun rumah, membesarkan anak, lalu mati bahagia”
Selamat Malam.

alur

Sebelum tanda tanya kita pasrahkan dijemput oleh letih dan kantuk.
Sebelum kita bosan meramu rumus hidup, mencipta pepatah, memeluk rima.
Sebelum kita sadar pagi telah menunggu sedari tadi dan malam tak henti-hentinya berteriak minta tolong.
Maknakan aku disitu.

Diantara megahnya jingga senja dan pasir bintang.
Diantara aroma debu dan rintik hujan.
Diantara prosa dan puisi.
Diantara parade tawa dan ancaman tangis.
Diantara buruan jarum jam dan beratnya langkah kaki.
Maknakan aku disitu.

Setelah itu biarlah jadi misteri.

Monday, August 1, 2011

it's only a kind of space.

Kemarin dulu kau pernah bertanya, "siapakah yang sedang jatuh cinta, cahaya atau mata ?"

Hari ini kau tetap menjadi Einstein, dan Aku memilih tetap menjadi Darwin.
 
Akh...tembok ini bahkan bukan tentang kita berdua.

Share Your Moments With Eiger

Salah satu perjalanan saya dengan Eiger Hikeholic adalah di Gunung Merbabu tanggal 2 juli 2011 lalu. Mendaki Gunung Merbabu melewati jalur wekas memang menjadi pilihan favorit saya sejak dulu jika ingin bersantai di akhir pekan. Setidaknya untuk sekedar mencari ketenangan ditengah hiruk pikuk kota Jogja. Cieee…gaya ! ;)

Singkat cerita, waktu itu saya mendaki bersama seorang wanita yang saya puja sejak lama, sebut saja namanya Namira. Oke…oke…saya mau jujur dulu, saya memang punya rencana untuk menyatakan perasaan saya ke dia begitu sampai di puncak. 

Kami berdua berangkat dari basecamp sekitar jam 4 pagi dan memutuskan untuk beristirahat lama di Pos 2. Seluruh logistik ‘meriah nan mewah’ yang saya packing di Hikeholic pun saya keluarkan. Namira yang tidak sempat menemani saya belanja geleng-geleng melihat seluruh bekal yang saya bawa. “kamu niat banget, sayang cuma bawa dua coklat, lain kali bawa sepuluh yah !” Perjalanan pun kami lanjutkan dari pos dua menuju puncak, mumpung masih cerah.

Karena Eiger Hikeholic dilengkapi dengan space khusus untuk tempat hydro-bag, maka setiap kali Namira merasa haus, ia hanya memanggil namaku dan membuka mulutnya. Saya pun otomatis mempersilahkan ia meminum air dari selang hydro-bag pada tas saya. 

Kalian tahu apa itu surga ? Itulah saat saya memandang teduh wajanya selagi ia meminum air. :)

Kami sampai di puncak menara sekitar jam 12 siang. Beristirahat sebentar, ngemil dan minum kopi. Satu jam kemudian saya pun mengajak dia untuk segera turun agar perjalanan tidak memakan waktu sampai sore. Setelah packing, saya pun menghampiri dia yang sedari tadi masih sibuk dengan hobi foto-fotonya itu. 

Soal menyatakan perasaan ? Disaksikan langsung oleh awan, matahari, dan gugusan puncak Sumbing dan Puncak Sindoro, kurang lebih inilah yang dia katakan pada saya :
 “Apa yang telah kamu lakukan selama ini telah melampaui apa yang kamu pikir harus kamu ucapkan sekarang atau bahkan esok lusa. Biarlah ini menjadi rahasia kecil kita berdua, Aku tau, kau tau aku ada”

Jujur saya gak tau yang ini namanya surga atau neraka.. :)

Singkat cerita (harus singkat karena kalo gak ntar malah jadi kayak Cinta Fitri), perjalanan turun seperti tanpa beban. Walau sedikit gerimis ketika tiba di pos 2, kamera dan handphone kami tetap aman didalam Hikeholic yang dilengkapi rain-cover.

Inilah perjalanan yang paling bermakna buat saya.

Tuesday, July 26, 2011

Semeru 3676mdpl.

They named it Mahameru; Puncak Para Dewa !
your support brought me here.... ^^



















tanjakan kamu ! :)
makanan mahal !

(diam)

aku takut kau hilang saat aku berkata-kata
itulah mengapa aku memilih menjagamu dalam diam.
aku dan kata berlari menujumu,
aku rela membunuh kata jika ia terus berpikir ia bisa lebih dulu melukis senyummu.

Sunday, July 24, 2011

Gold Essay

Bagaimana caranya menjaga agar langkah terus tercipta saat yang kau inginkan hanya duduk diam mengamati bayangannya ?

Bagaimana kau menggambarkan hati yang membuncah sedang pensilmu,warna-warnamu kau rasa tak cukup pantas menjadi saksi sejarah yang tengah bergulir ?

Bagaimana rasanya bangun dan dihujani hadiah terindah pertama pagi;ingatan tentang nya ?

Bagaimana rasanya mengabaikan ? mengabaikan esok yang tak pasti ?

Bagaimana menemukan keberanian untuk mengantar persembahan, dengan satu harapan kau dianggap ada karena kehadiranmu,bukan persembahanmu ?

Bagaimana mengulang kelegaan yang kau rasa, sesaat setelah ribuan kata berlalu,merasakan setiap tawanya seiring dengan detik yang kalian habiskan ?

Bagaimana rasanya enggan berfikir,enggan menyimpulkan,karena bukankah kedamaian seperti ini sudah cukup membuat mu tidur setelah mendoakannya terlebih dahulu ?

Bagaimana mungkin kau terbiasa mendengar lagu yang ia suka ?

Bagaimana menggambarkan kata ‘’sabar” yang kau ucapkan padanya saat ia terluka sedang pelukanmu tak tahan lagi bersembunyi,menanti untuk didekapnya,lebih erat ?

putih hitam

Yah…paling tidak punya kulit hitam itu menguntungkan.
Badanku seharusnya terlihat merah melihat ‘kalian’ !

Tidak ! Jangan sampai kau ingin aku putih hanya agar kau tau bahwa aku juga bisa menjadi merah ?

Kau seperti seorang gadis kecil yang patuh menyebrang pada zebra cross. Patuh, hanya menginjak di bagian putih.

Lalu inilah aku si hitam yang terselip diantara si putih. Dan memang, (hanya) bayanganmu lah yang membuatku teduh.