Friday, November 11, 2011

Ia adalah Iya.

"iya...", suara Bapak terdengar sayup. 
Ku lihat layar handphone, lama panggilan terakhir 3 menit 15 detik.
Aku sedang tidak ingin berpikir, apa yang Bapak lakukan setelah tiga menit lima belas detik mendengar anak lelakinya sudah pandai membentak.

Kudengar mereka menemui Bapak.
Anak lelakinya dihujat.
Bapak marah. Bapak panik. Tapi Bapak tidak kecewa.
"Iya.." kata bibirnya, tapi tidak matanya.


"iya.." adalah Bapak.
Ia yang meskipun kini terlihat bodoh tak pernah berubah,
"Iya..." yang tak pernah gentar menantang garam juga asam.
"Iya..." yang adalah bekal madu kami.

Tuhan,
beri kami lebih dari tiga menit lima belas detik.

No comments:

Post a Comment